Jumat, 15 Juli 2011

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Nifas Terhadap Perawatan Tali Pusat Pada bayi Baru Lahir Di Ruang Kebidanan Sayap C RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang Tahun 2011

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang
Untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, banyak hal yang perlu diperhatikan. Salah satu diantaranya mempunyai peranan yang cukup penting ialah menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan ialah setiap  upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok, ataupun masyarakat (Abdul Bari Saifuddin, 2000).
Depkes RI (2007

1
 
), menyatakan bahwa tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2014 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas). Akan tetapi beberapa derajat kesehatan masih belum menunjukkan keberhasilan yang memuaskan. Pada tahun 2007 Angka Kematian Bayi, 34/1000 kelahiran hidup (www.tugaskuliah.info/2010).
Guna mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu dan Kematian Bayi, Departemen Kesehatan telah melaksanakan berbagai program yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak dan salah satunya pencegahan Tetanus Neonatorum. Upaya ini dilaksanakan dengan pencegahan infeksi pada persalinan dan perawatan tali pusat (www.tugaskuliah.info/2010).
Menurut Depkes RI (2007), perawatan tali pusat adalah melakukan pengobatan dan pengikatan tali pusat yang menyebabkan pemisahan fisik ibu dengan bayi, dan kemudian tali pusat dirawat dalam keadaan bersih dan terhindar dari infeksi tali pusat. Perawatan tali pusat yang baik dan benar akan menimbulkan dampak positif yaitu tali pusat akan “puput” pada hari ke-5 sampai hari ke-7 tanpa ada komplikasi, sedangkan dampak negatif dari perawatan tali pusat yang tidak benar adalah bayi akan mengalami penyakit Tetanus neonatorum dan dapat mengakibatkan kematian (www.tugaskuliah.info/2010).
Tujuan perawatan tali pusat adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tetanus pada bayi baru lahir penyakit ini disebabkan karena masuknya spora kuman tetanus kedalam tubuh melalui tali pusat, baik dari alat yang tidak steril, pemakaian obat-obatan, bubuk atau daun-daunan yang ditaburkan ke tali pusat sehingga dapat mengakibatkan infeksi (www.tugaskuliah.info/2010).
Kasus kesakitan dan kematian neonatal yang berhubungan dengan infeksi tali pusat masih banyak ditemukan. Pada tahun 2000, WHO (World Health Organization) menemukan jumlah kematian bayi sebesar 560.000, yang disebabkan oleh infeksi tali pusat. Negara Asia Tenggara diperkirkan ada 220.000 kematian bayi yang disebabkan karena perawatan tali pusat yang kurang bersih (www.tugaskuliah.info/2010).
Di Indonesia, angka insidensi tetanus di daerah perkotaan sekitar 6-7/1000 kelahiran hidup, sedangkan didaerah pedesaan angkanya lebih tinggi sekitar 2-3 kalinya yaitu 11-23/1000 kelahiran hidup dengan jumlah kematian kira-kira 60.000 bayi setiap tahunnya. Alasan yang paling mungkin adalah karena adanya perbedaan kemudahan menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan, tingkat pengetahuan, dan kesadaran masyarakat untuk cepat merujuk anak ke puskesmas, serta kesulitan geografis antara perkotaan dan pedesaan   (Widoyono, 2008: 29).
Menurut SKRT 1995, angka kematian bayi (AKB) masih cukup tinggi yaitu 58/1000 kelahiran hidup. Tetanus menyumbang 50% kematian bayi baru lahir dan sekitar 20% kematian bayi, serta merupakan urutan ke-5 penyakit penyebab kematian bayi di Indonesia. Karena kontribusinya yang besar pada AKB, maka penyakit ini masih merupakan masalah besar bagi dunia kesehatan (Widoyono, 2008: 29)
Menurut data Departemen Kesehatan, 75% kematian bayi terjadi pada masa perinatal. Kematian neonatal kelompok umur 8-28 hari tertinggi adalah infeksi sebesar 57,1% (termasuk tetanus, sepsis, pneumonia, diare), proporsi kematian karena Tetanus Neonatorum yaitu 9,5% (www.tugaskuliah.info/2010).
Menurut data Dinas kesehatan Provinsi Jawa Barat, pada tahun 2007 angka kematian Bayi di Jawa Barat sebesar 39/1000 kelahiran hidup. Kasus kematian neonatal memiliki proporsi sebesar 68% dari kematian bayi dan 56% disebabkan karena infeksi pada masa perinatal ( Dinkes Jabar, 2008).
Menurut laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya, kematian bayi pada tahun 2008 sebanyak 24/1000 kelahiran hidup, 56,78% disebabkan oleh infeksi terutama pada masa neonatal dengan penyebab terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan akut, dan sepsis (Dinkes Jabar, 2008).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan Hartati (2010) di Puskesmas Sariwangi Kabupaten Tasikmalaya, jumlah kasus infeksi pada masa neonatal tahun 2010 sebanyak 5 kasus, 3 diantaranya adalah infeksi pada tali pusat. Hasil wawancara dengan 5 orang ibu nifas di sariwangi, 3 orang tidak dapat menyebutkan cara merawat tali pusat dengan benar dan 2 orang tidak dapat menyebutkan tanda-tanda infeksi pada tali pusat. Fakta diatas menggambarkan adanya masalah dalam perawatan tali pusat dan masalah dalam pengetahuan ibu nifas mengenai perawatan tali pusat pada bayi baru lahir (http://tugaskuliah.com/2010).
Menurut data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, jumlah penderita Tetanus neonatorum meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2006 jumlah penderita Tetanus neonatorum sebanyak 15 kasus dan meninggal 10 orang, sedangkan pada tahun 2007 jumlah penderita Tetanus neonatorum mencapai 17 kasus dan 14 diantaranya meninggal. Pada tahun 2008 jumlah penderita Tetanus Neonatorum sebanding dengan jumlah penderita pada tahun 2007 yakni 17 kasus dengan angka kematian yang cukup rendah yakni 8 orang, sedangkan pada tahun 2009 jumlah penderita Tetanus Neonatorum meningkat menjadi 19 kasus dengan angka kematian 8 orang. Secara Nasional, Sumatera Selatan menduduki posisi 3 terbesar kasus Tetanus Neonatorum pada tahun 2008 (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, 2010).
Menurut Data Penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) Per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, jumlah kasus Tetanus Neonatorum (TN) sebanyak 10 kasus dan meninggal 4 (CFR 40 %). Kasus TN terbanyak terdapat di Kabupaten OKU, Banyuasin, dan kota Palembang, sedangkan CFR yang tertinggi terjadi di kabupaten OKU dan Lahat (100%) (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, 2010).
Berdasarkan data yang di peroleh dari Medical Record Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang, jumlah penderita Tetanus Neonatorum pada tahun 2008 sebanyak 17 kasus dengan jumlah kematian 5 orang. Pada tahun 2009 jumlah penderita Tetanus Neonatorum 16 kasus dan yang meninggal 1 orang, sedangkan data yang diambil dari bulan Januari sampai dengan bulan September tahun 2010 jumlah penderita Tetanus Neonatorum mencapai 11 kasus.
Masih banyak ibu yang mengikuti tradisi masyarakat. Misalnya diberikan ramuan tradisional supaya tali pusat cepat lepas (puput) atau ditutupi dengan koin agar pusat tidak bodong. Padahal tindakan tersebut tidak perlu dilakukan dan justru dapat membahayakan. Justru kalau diberikan ramuan, bubuk kopi, koin, dapat menularkan kuman. Akibatnya terjadi infeksi atau tetanus yang sangat berbahaya karena tingkat mortalitas-nya tinggi (Jahja Zacharia, 2008).
Pemerintah telah bertekad untuk memperkecil kematian akibat Tetanus Neonatorum dengan jalan memberikan dua kali vaksin Tetanus Toksoid selama hamil serta memberikan berbagai  program pelayanan kesehatan khususnya untuk ibu dan anak. Akan tetapi angka kesakitan (Morbiditas Rate) dan angka kematian (Mortalitas Rate) pada bayi yang disebabkan oleh Tetanus Neonatorum masih sangat tinggi, hal ini menunjukkan bahwa masih terdapatnya tindakan pemotongan tali pusat yang tidak memperhatikan kesterilan alat serta pengetahuan dan sikap ibu dalam melakukan perawatan tali pusat masih sangat rendah. Dari kesenjangan antara harapan dan kenyataan di atas, maka penulis tertarik mengangkat suatu masalah sebagai karya tulis ilmiah dengan judul ”Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Ibu Nifas Dalam Melakukan Perawatan Tali Pusat Pada Bayi Baru Lahir Di Ruang Kebidanan Sayap C RSUP dr. Moh. Hoesin Palembang Tahun 2011”.
1.2.    Rumusan Masalah
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian ialah penertiban pendidikan tenaga-tenaga paramedik serta menyebarluaskan puskesmas lengkap dengan sarana dan tenaganya. Akan tetapi beberapa derajat kesehatan masih belum menunjukkan keberhasilan yang memuaskan. Secara nasional Sumsel menduduki posisi 3 terbesar kasus Tetanus Neonatorum pada tahun 2008. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu nifas dalam melakukan perawatan tali pusat pada bayi baru lahir di ruang kebidanan sayap C RSUP dr. Moh. Hoesin Palembang.

1.3.    Tujuan Penelitian
1.3.1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu nifas dalam melakukan perawatan tali pusat pada bayi baru lahir di ruang kebidanan sayap C RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang tahun 2011.
1.3.2.      Tujuan Khusus
a.       Diketahuinya distribusi frekuensi pengetahuan, sikap, pendidikan ibu dalam melakukan perawatan tali pusat pada bayi baru lahir di ruang kebidanan sayap C RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang Tahun 2011.
b.      Diketahuinya hubungan antara pengetahuan ibu nifas dalam melakukan perawatan tali pusat pada bayi baru lahir di ruang kebidanan sayap C RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang Tahun 2011.
c.       Diketahuinya hubungan antara sikap ibu nifas dalam melakukan perawatan tali pusat pada bayi baru lahir di ruang kebidanan sayap C RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang Tahun 2011.

1.4.    Manfaat Penelitian
1.4.1.    Bagi Rumah Sakit
Dengan diketahuinya hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu nifas dalam melakukan perawatan tali pusat pada bayi baru lahir diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan serta tugas baru bagi pihak rumah sakit untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu nifas dalam melakukan perawatan tali pusat pada bayi khususnya di wilayah kota Palembang.



1.4.2.    Bagi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan  sebagai referensi di perpustakaan untuk mengembangkan kegiatan pendidikan, menambah wawasan dan pengetahuan yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan. 
1.4.3.    Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan serta proses belajar khususnya di bidang perawatan maternitas.

1.5.    Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan desain penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional dan dibatasi pada pengetahuan dan sikap ibu nifas dalam melakukan perawatan tali pusat. Subjek penelitian ini adalah ibu nifas yang dirawat di ruang kebidanan sayap C RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang tahun 2011.


 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.      Perawatan Tali Pusat
2.1.1.      Pengertian
Menurut Depkes RI (2007), perawatan tali pusat adalah melakukan pengobatan dan pengikatan tali pusat yang menyebabkan pemisahan fisik ibu dengan bayi, dan kemudian tali pusat dirawat dalam keadaan bersih dan terhindar dari infeksi tali pusat. Perawatan tali pusat yang baik dan benar akan menimbulkan dampak positif yaitu tali pusat akan “puput” pada hari ke-5 sampai hari ke-7 tanpa ada komplikasi, sedangkan dampak negatif dari perawatan tali pusat yang tidak benar adalah bayi akan mengalami penyakit Tetanus Neonatorum dan dapat mengakibatkan kematian          (www.tugaskuliah.info/2010).
Perawatan tali pusat merupakan salah satu perawatan neonatus terutama pada dua minggu pertama kehidupan. Ibu harus menjaga tali pusat tetap bersih dan kering sampai akhirnya terlepas (http://www.jtptunimus.com/2010).

10
 
Perawatan tali pusat adalah tindakan pencegahan aseptik secara dini yang dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi yang ditularkan melalui pembuluh tali pusat (http://www.docstoc.com/2010).
Sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk meneliti bahan yang digunakan dalam merawat tali pusat. Perawatan tali pusat secara medis menggunakan alkohol 70% atau bahan anti mikrobial seperti povidon-iodin 10% (Betadin), klorheksidin, iodium tinstor dan lain-lain yang tersebut sebagai cara modern. Sedangkan perawatan tali pusat metode tradisional mempergunakan madu, minyak ghee (India), atau kolostrum air susu ibu (Sodikin, 2009:58).
Salah satu cara yang disarankan oleh WHO dalam merawat tali pusat adalah dengan menggunakan pembalut kasa bersih yang sering diganti. Selain itu, sebagaimana juga disarankan oleh WHO, penelitian sebaiknya lebih diarahkan pada antiseptik dan zat-zat pengering tradisional, misalnya ASI atau kolostrum (Sodikin, 2009:59).
Banyak pendapat tentang cara terbaik untuk melakukan perawatan tali pusat. Sudah dilaksanakan berbagai uji coba klinis untuk membandingkan cara penanganan tali pusat yang berbeda-beda dan semuanya menunjukkan hasil serupa. Oleh sebab itu, tidak jelas cara mana yang paling efektif untuk mencegah infeksi dan mendorong cepat lepasnya tali pusat (Sodikin, 2009:59).




2.1.2.      Tujuan Perawatan Tali Pusat
Tujuan perawatan tali pusat adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tetanus pada bayi baru lahir. Penyakit ini disebabkan karena masuknya spora kuman tetanus kedalam tubuh melalui tali pusat, baik dari alat yang tidak steril, pemakaian obat-obatan, bubuk atau daun-daunan yang ditaburkan ke tali pusat sehingga dapat mengakibatkan infeksi (www.tugaskuliah.info/2010).
Saipudin (2001) menyatakan bahwa tujuan merawat tali pusat adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tetanus pada bayi baru lahir, sehingga tali pusat tetap bersih, kuman-kuman tidak masuk sehingga tidak terjadi infeksi pada tali pusat bayi. Penyakit tetanus ini disebabkan oleh Clostridium tetani yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun), yang masuk melalui luka tali pusat karena perawatan atau tindakan yang kurang bersih.
Tali pusat normalnya mengerut dan mengering dalam beberapa hari pertama dan kemudian lepas kira-kira 1 sampai 2 minggu. Normal untuk adanya darah dan rabas mukus dari dasar tali pusat ketika lepas secara bertahap. Tanda infeksi, seperti bau menyengat, kemerahan pada kulit dasar tali pusat, kemerahan yang menyebar ke abdomen, dan rabas purulen harus dilaporkan ke pemberi asuhan bayi dengan segera (Linda V. Walsh, 2007:378).

2.1.3.      Prinsip Perawatan Tali Pusat
Upaya untuk mencegah infeksi tali pusat sesungguhnya merupakan tindakan sederhana, yang penting adalah tali pusat dan daerah sekitar tali pusat selalu bersih dan kering, dan selalu mencuci tangan dengan air bersih dan menggunakan sabun sebelum sebelum merawat tali pusat (Sodikin, 2009:57).
Menurut Jaringan Nasional Pelatihan Klinik-Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR, 2008:126), nasehat untuk merawat tali pusat antara lain:
a.       Jangan membungkus puntung tali pusat atau mengoleskan cairan/bahan apapun ke puntung tali pusat. Nasehatkan hal ini juga bagi ibu dan keluarga.
b.      Mengoleskan alkohol atau povidon iodine (betadin) masih diperkenankan, tetapi tidak dikompreskan karena menyebabkan tali pusat basah/lembab.
c.       Berikan nasehat kepada ibu dan keluarga sebelum meninggalkan bayi:
1.      Lipat popok dibawah puntung tali pusat.
2.      Jika puntung tali pusat kotor, bersihkan (hati-hati) dengan air DTT dan sabun dan segera keringkan secara seksama dengan menggunakan kain bersih.
3.      Jelaskan pada ibu bahwa ia harus mencari bantuan ke petugas atau fasilitas kesehatan, jika pusat berdarah, menjadi merah, bernanah dan/atau berbau.
4.      Jika pangkal tali pusat (pusat bayi) terus berdarah, merah meluas atau mengeluarkan nanah dan atau berbau, segera rujuk bayi ke fasilitas yang dilengkapi perawatan untuk bayi baru lahir.
Sodikin (2009:72) menyatakan bahwa prinsip-prinsip dalam melakukan perawatan tali pusat adalah:
a.       Jangan membungkus pusat atau mengoleskan bahan atau ramuan apapun ke puntung tali pusat.
b.      Mengusapkan alkohol atau iodine-povidon (betadin) masih diperkenankan sepanjang tidak menyebabkan tali pusat basah atau lembab.
c.       Hal-hal berikut perlu menjadi perhatian ibu dan keluarganya:
1.      Memperhatikan popok di area puntung tali pusat.
2.      Jika puntung tali pusat kotor, cuci secara hati-hati dengan air matang dan sabun. Keringkan secara saksama dengan kain bersih.
3.      Jika pusat menjadi merah atau mengeluarkan nanah atau darah, harus segera bawa bayi tersebut ke fasilitas yang mampu memberikan perawatan bayi secara lengkap.

2.1.4.      Cara Melakukan Perawatan Tali Pusat
Pada dasarnya merawat tali pusat adalah tindakan sederhana. Walaupun sederhana, harus memperhatikan prinsip-prinsip seperti selalu mencuci tangan dengan air bersih dan menggunakan sabun, menjaga agar daerah sekitar tali pusat tetap kering serta tali pusat tidak lembab, dan tidak membubuhkan apapun pada sekitar daerah tali pusat. Karena bila hal-hal tersebut tidak diperhatikan dapat mengakibatkan infeksi, dan bila terjadi infeksi masalahnya tidak menjadi sederhana lagi (Sodikin, 2009:4).
Saipudin (2002) menyatakan bahwa cara melakukan perawatan tali pusat pada bayi adalah:
a.       Bersihkan luka tali pusat dengan menggunakan povidone iodine / betadine.
b.      Setelah itu tutup dengan kain kasa bersih dan kering yang sudah dibubuhi povidone iodine / betadine.
c.       Jaga agar tali pusat selalu terbungkus kain kasa bersih dan kering.
d.      Bersihkan setiap hari sampai tali pusat lepas.
Jangan mengoleskan saleb apapun atau zat lain ke tampuk tali pusat, hindari pembungkusan tali pusat karena tali pusat yang tidak ditutupi lebih cepat mengering dan puput dengan komplikasi yang lebih sedikit (Saipuddin, 2002).
Menurut Sodikin (2009:74), urutan dalam melakukan perawatan tali pusat pada bayi adalah:
a.          Olesi pangkal umbilikal dengan alkohol/betadine dengan menggunakan lidi kapas.
b.      Ambil kasa steril yang telah dibasahi alkohol/betadine, kemudian usapkan pada tali pusat hingga bersih.
c.          Ambil kasa steril kering kemudian rekatkan pada pangkal umbilikal bayi dan ikat dengan simpul.
d.      Perhatikan keadaan tali pusat apakah ada tanda-tanda infeksi.
Helen Farer (2001:187) menyatakan bahwa tali pusat harus selalu dilihat pada waktu mengganti popok sampai tali pusat tersebut lepas dan luka pada umbilikusnya sembuh. Ibu yang nervous mungkin merasa enggan untuk menyentuh puntung tali pusat yang tampak tidak menarik itu sehingga pentingnya tindakan membersihkan pangkal tali pusat dengan benar dan tekniknya harus diperagakan.
Ibu dan perawat bayi tidak diperbolehkan membubuhkan apapun pada tali pusat dan tali pusat dibiarkan terbuka agar tetap kering. Ibu bayi perlu mendapat penekanan tentang hal ini karena mereka tidak suka melihat tali pusat yang mengering sehingga mereka memilih untuk membungkus tali pusat tersebut atau membubuhkan sesuatu yang mereka anggap akan membantu penyembuhan (Sodikin, 2009:65).

2.1.5.      Dampak Perawatan Tali Pusat Yang Tidak Steril
Perawatan tali pusat yang tidak steril dapat mengakibatkan beberapa gangguan kesehatan pada bayi, diantaranya adalah tetanus neonatorum dan omfalitis.
a.      Tetanus Neonatorum
Tetanus neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat disebabkan adanya infeksi melalui tali pusat. Penyakit ini disebabkan oleh karena Clostridium tetani yang bersifat anaerob dimana kuman tersebut berkembang tanpa adanya oksigen. Tetanus pada bayi ini dapat disebabkan karena tindakan pemotongan tali pusat yang kurang steril, untuk penyakit ini masa inkubasinya antara 5-14 hari (A. Aziz A. H, 2009:196).
WHO (dalam Sodikin, 2009:75) menyatakan bahwa tetanus ini dapat terjadi akibat perawatan atau tindakan yang tidak memenuhi syarat kebersihan, misalnya pemotongan tali pusat dengan menggunakan bambu atau gunting yang tidak steril, atau setelah tali pusat dipotong dibubuhi abu, tanah, minyak, daun-daunan, dan sebagainya. Tali pusat mempunyai resiko besar untuk terkontaminasi oleh Clostridium tetani pada tiga hari kehidupan pertama.
Perjalanan penyakit tetanus neonatorum menyerupai tetanus pada anak, tetapi perjalanan penyakit lebih cepat dan berat. Tetanus anak biasanya dimulai setelah terjadi luka tusuk yang dalam, misalnya luka akibat tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng atau luka tembak. Luka tersebut menimbulkan keadaan anaerob yang ideal sebagai media tempat hidupnya spora clostridium tersebut. Demikian pula luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga, tonsil dan traktus digestivus serta gigitan serangga dapat menjadi porte d’entrée dari Clostridium tetani. Sedangkan pada Tetanus Neonatorum dimulai dari pemotongan atau perawatan tali pusat yang tidak memperhatikan prinsip sterilitas alat yang digunakan saat merawat tali pusat (Sodikin, 2009:76)
Anamnesis sangat spesifik yaitu bayi tiba-tiba panas dan tidak mau atau tidak dapat menetek lagi (trismus), sebelumnya bayi menetek biasa. Gejala yang jelas ialah mulut mencucu seperti mulut ikan (kapermond), mudah sekali dan sering kejang disertai sianosis, suhu meninggi, kuduk kaku sampai opistotonus. Perjalanan penyakit biasanya berat dan tidak dibagi dalam 3 stadium seperti tetanus anak (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985:572).
Menurut Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1985:572), beberapa obat yang diberikan pada penderita Tetanus Neonatorum adalah:
1.      Pemberian cairan intravena (IVFD) dengan larutan glukosa 5% : NaCl fisiologis dari perbandingan 4:1 selama 48-72 jam sesuai dengan kebutuhan, sedangkan selanjutnya IVFD hanya untuk memasukkan obat.
Bila sakit penderita sudah lebih dari 24 jam atau sering kejang atau apnea, diberikan larutan glukosa 10% : Natrium bikarbonat 1,5% = 4:1 (sebaiknya jenis cairan yang dipilih disesuaikan dengan hasil pemeriksaan analisa gas darah).
Bila setelah 72 jam belum mungkin diberikan minum oral, maka melalui cairan infus perlu diberikan tambahan protein dan kalium.
2.      Diazepam dosis awal 2,5 mg intravena perlahan-lahan selama 2-3 menit. Dosis rumah 8-10 mg/kgbb/hari melalui IVFD (diazepam dimasukkan kedalam cairan intravena dan diganti tiap 6 jam).
Bila kejang masih sering timbul, boleh diberikan diazepam tambahan 2,5 mg secara intravena perlahan-lahan dan dalam 24 jam boleh diberikan tambahan diazepam 5 mg/kgbb/hari sehingga dosis diazepam keseluruhan menjadi 15 mg/kgbb/hari. Setelah keadaan klinisnya membaik, diazepam diberikkan peroral dan diturunkan secara bertahap.
Pada penderita dengan hiperbilirubinemia berat atau makin  berat diberikan diazepam peroral dan setelah bilirubin turun boleh diberikan diazepam intravena.
3.      ATS 10.000 U/hari dan diberikan selama 2 hari berturut-turut.
4.      Ampisilin 100 mg/kgbb/hari dibagi dengan 4 dosis secara intravena selama 10 hari. Bila terdapat gejala sepsis hendaknya penderita diobati seperti penderita sepsis pada umumnya dan kalau pungsi lumbal tidak dapat dilakukan, maka penderita diobati sebagai penderita meningitis bakterial.
5.      Tali pusat dibersihkan dengan alkohol 70% atau betadin.
6.      Perhatikan jalan nafas, diuresis dan keadaan vital lainnya. Bila banyak lendir jalan nafas harus dibersihkan dan perlu diberikan oksigen.
Yupi Supartini (2004: 179) menyatakan bahwa kekebalan pada penyakit ini hanya diperoleh dengan imunisasi atau vaksinasi lengkap karena riwayat penyakit tetanus tidak menyebabkan kekebalan pada anak.
Untuk mencegah terjadinya Tetanus Neonatorum perlu diberikan vaksinasi tetanus toksoid (TT). Toksoid tetanus yang diberikan 3 kali berturut-turut pada trimester ketiga kehamilan dikatakan sangat bermakna mencegah Tetanus Neonatorum. Hendaknya sterilitas harus diperhatikan benar pada waktu pemotongan tali pusat demikian pula perawatan tali pusat selanjutnya. Komplikasi lanjut setelah terjadi Tetanus neonatorum  adalah bronkopneumonia, asfiksia, sianosis akibat obstruksi saluran pernafasan oleh sekret, dan sepsis neonatorum (Sodikin, 2009:78).

b.      Omfalitis
Omfalitis merupakan infeksi umbilikus berat yang menimbulkan kematian pada bayi. Tanda dan gejala adanya infeksi pada tali pusat adalah tali pusat basah atau lengket yang disertai bau tidak sedap. Penyebab infeksi ini adalah stafilokokus, streptokokus, atau bakteri gram negatif (Sodikin, 2009:78).
Bila infeksi ini tidak segera diobati ketika tanda-tada infeksi dini ditemukan, akan terjadi penyebaran kedaerah sekitar tali pusat yang akan menyebabkan kemerahan dan bengkak pada daerah tali pusat. Pada keadaan yang lebih lanjut infeksi dapat menyebar ke bagian dalam tubuh di sepanjang vena umbilikus dan akan mengakibatkan trombosis vena porte, abses hepar, dan septikemia. Bila bayi mengalami sakit yang berat, bayi akan tampak kelabu dan menderita demam yan g tinggi. Pengobatan pada stadium dini biasanya dimulai dengan pemberian serbuk antibiotik. Tiap sekret yang dikeluarkan oleh tali pusat dikultur dan selanjutnya diberi antibiotik secara sistemik (Sodikin, 2009:78).
Oleh sebab itu, penting dilakukan perawatan tali pusat dengan rutin dan cermat, dan melaporkan sedini mungkin bila dijumpai tanda-tanda infeksi seperti kemerahan, bau tidak sedap, serta pengeluaran sekret pada puntung tali pusat.

2.2.      Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Nifas Dalam Perawatan Tali Pusat
2.2.3.      Pendidikan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Dari batasan ini tersirat unsur-unsur pendidikan yakni:
a.       Input adalah sasaran pendidikan  (individu, kelompok, masyarakat) dan pendidik (pelaku pendidikan).
b.      Proses adalah upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain.
c.       Out put adalah melakukan apa yang diharapkan atau prilaku.
Sedangkan pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan pendidikan di dalam bidang kesehatan (Notoatmodjo, 2003). Pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi terutama terhadap faktor prilaku.

Namun demikian faktor yang lain (lingkungan, pelayanan kesehatan, dan hereditas) juga memerlukan intervensi pendidikan kesehatan secara rinci sebagai berikut :
a.       Peran Pendidikan Kesehatan dalam Faktor Lingkungan
Telah banyak fasilitas kesehatan lingkungan yang di bangun oleh instansi, baik pemerintah, swasta, maupun LSM (lembaga swadaya masyarakat). Banyak pula proyek pengadaan sanitasi lingkungan dibangun untuk masyarakat misalnya, jamban keluarga, jamban umum, tempat sampah, dan sebagainya. Agar sarana sanitasi lingkungan tersebut dimanfaatkan dan dipelihara secara optimal maka perlu pendidikan bagi masyarakat.
b.   Peran Pendidikan Kesehatan dalam Perilaku
Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat  yang kondusif untuk kesehatan. Artinya pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka.
c.   Peran Pendidikan Kesehatan dalam Pelayanan Kesehatan
Dalam rangka perbaikan kesehatan masyarakat, pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen kesehatan telah menyediakan fasilitas kesehatan masyarakat dalam bentuk pelayanan kesehatan (puskesmas).

d.   Peran Pendidikan Kesehatan dalam Faktor Hereditas
Orang tua yang sehat dan gizinya yang baik akan mewariskan kesehatan yang baik pula kepada anaknya. Oleh karena itu pendidikan kesehatan diperlukan agar masyarakat atau orang tua menyadari dan melakukan hal-hal yang dapat mewariskan kesehatan yang baik pada keturunannya (Notoatmodjo, 2003).

2.2.4.      Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau  kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam bentuk tindakan seseorang. pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendegaran penciuman, rasa, dan raba. sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
Notoatmodjo (2007), mengatakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan :
a.       Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh yang di pelajari atau rangsangan yang telah diterima. Contoh, dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori protein pada anak balita.
b.      Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan dan menyebutkan. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.
c.       Aplikasi (aplication)
Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk mengunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi  yang sebenarnya. Aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus masalah di dalam pemecahan masalah tentang gizi pada balita.
d.      Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat mengambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, dan mengelompokan. Misalnya karbohidrat yang banyak terdapat pada susu, padi-padian, buah-buahan, sirup, tepung, sayur-sayuran dan sereal.
e.       Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya pada vitamin A yang banyak terdapat pada hati, minyak ikan, susu, kuning telur, margarin, tumbuh-tumbuhan, sayur-sayuran dan buah-buahan.
f.       Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya : dapat membandingkan antara anak-anak yang cukup gizi dengan anak-anak yang kurang gizi.


2.2.5.      Sikap (attitude)
Menurut Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Beberapa batasan lain tentang sikap ini dapat dikutipkan sebagai berikut.
“An individual’s social attitude is a syndrome of response consistency with regard to social object” (Campbell, 1950).
“A mental and neural state of rediness, organized through expertence, exerting a directive or dynamic influence up on the individual’s response to all objects and situation with which it is related” (Allport, 1954).
“Attitude entails an existing predispotition to response to social objects which in interaction with situational and other dispotitional variables, guides and direct the overt behavior of the individual” (Cardno, 1955).
Dari batasan-batasan diatas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus social (Notoatmodjo, 2007).

(Notoatmodjo, 2007) menggambarkan proses terbentuknya sikap dan reaksi dalam suatu diagram dibawah ini.
Gambar 2.1
Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi


Sumber: Notoatmodjo (2007).

Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
Dalam hal ini Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan.
a.       Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (oobjek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.
b.      Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
c.       Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya; seorang ibu yang mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudaranya, dan sebagainya) untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu, atau mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif  terhadap gizi anak.
d.      Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapat tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.


 
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1.   Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian serta tinjauan pustaka yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka secara skematis kerangka konsep dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1
Kerangka Konsep Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Nifas Terhadap Perawatan Tali Pusat Pada Bayi Baru Lahir Di Ruang Kebidanan
Sayap C RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang
Tahun 2011

Variabel Independen                                                      Variabel Dependen








   Perawatan tali pusat
 











Ket         :                       tidak dicari hubungan

 
                        dicari hubungan
3.2.      Defenisi Operasional
Tabel 3.1
Defenisi Operasional
No
Variabel
Defenisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
1.
Perawatan tali pusat
Tindakan pencegahan aseptic secara dini yang dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi yang ditularkan melalui pembuluh tali pusat
Wawanca-ra
Kuesioner
1.      Kurang baik, jika ibu mampu menjawab pertanyaan dengan benar > 50%

2.      Baik, jika ibu mampu menjawab pertanyaan dengan benar > 60%
Ordinal
2.
Pendidikan
Jenjang kegiatan belajar secara formal yang dimiliki oleh ibu.
Observasi
Check list
1.      Rendah, jika pendidikan ibu SD s/d SMP

2.      Tinggi, jika pendidikan ibu SMA s/d Perguruan Tinggi/Akademik
Ordinal
3.
Pengetahuan
Segala informasi yang didapatkan ibu baik melalui media formal maupun informal yang berkaitan dengan perawatan tali pusat
Wawanca-ra
Kuesioner
1.      Kurang, jika ibu mampu menjawab pertanyaan dengan benar <50
2.      Baik, jika ibu mampu menjawab pertanyaan> 50%
Ordinal

Sikap
Tingkah laku ibu yang diekspresikan melalui tindakan yang berkaitan dengan perawatan tali pusat
Wawanca-ra
Kuesioner
1.      Negative, jika skor < median

2.      Positif, jika skor > median
(Arikunto, 2000)
Nominal

3.3.   Hipotesis
Berdasarkan tujuan penelitian dan kerangka konsep yang telah dibuat, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :
a.     Ada hubungan antara pengetahuan (pengertian, tujuan, cara, dampak) terhadap perawatan tali pusat
b.     Ada hubungan antara sikap (pencegahan, perawatan/pengobatan) terhadap perawatan tali pusat.



BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1.     Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan desain penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional dimana variabel-variabel yang termasuk faktor resiko dan variabel-variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yang sama. Penelitian ini dibatasi pada pengetahuan (pengertian, tujuan, cara, dampak) dan sikap (pencegahan, perawatan/pengobatan) ibu nifas dalam melakukan perawatan tali pusat.

4.2.     Subjek Penelitian
           4.2.1.   Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu nifas yang dirawat di ruang kebidanan RSUP dr. Moh. Hoesin Palembang tahun 2011.
           4.2.2.   Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah ibu-ibu nifas yang dirawat di ruang kebidanan sayap C RSUP dr. Moh. Hoesin Palembang tahun 2011.




33
 


4.3.   Besar Sampel
         Penelitian mengenai perawatan tali pusat bayi di RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang dengan jumlah populasi pada bulan November tahun 2010 sebanyak 50 orang. Tingkat ketepatan/kepercayaan adalah 0,05 (50%). Jumlah sampel yang akan diteliti dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
               N
n =    1 +  N (d2)
Keterangan:
N      = Besar populasi
n       = Besar sampel
d       = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan
Jumlah sampel dalam penelitian ini dapat dihitung sebagai berikut:
Diketahui   :       N = 50
                           d = 0.05
ditanyakan :       n = ...?
Jawab         :                   N
n =
      1 +  N (d2)

              50
n =
      1 + 50 (0,052)

            50
n =         
                                 1 + 0,125

                                    50
                           n =
                                  1,125
                           n =  44,44 sehingga dibulatkan n = 44
         Jadi jumlah sampel yang akan diambil dalam penelitian ini adalah 44 ibu yang dirawat di ruang kebidanan sayap C RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang.
         Sedangkan teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengambilan sampel secara acak sederhana (Simple random sampling) dimana setiap anggota atau unit populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel. Pengambilan sampel secara acak ini dilakukan dengan cara mengundi anggota populasi (lottery technique) atau teknik undi.

4.4.   Tempat Penelitian
         Penelitian ini dilakukan di ruang kebidanan sayap C RSUP Dr. Moh. Hoesin palembang.

4.5.   Waktu Penelitian
         Waktu penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Maret tahun 2011.



4.5.      Etika Penelitian
Sebelum pengambilan dan penyerahan kuesioner kepada responden terlebih dahulu responden akan menandatangani surat persetujuan untuk menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan setelah mendapatkan persetujuan penelitian dapat dimulai dengan menekankan pada masalah etika yang menurut Nursalam (2003) meliputi:
a.      Informed Consent
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang diteliti dan sudah memenuhi kriteria. Dalam lembar ini dicantumkan judul penelitian dan manfaat  penelitian. Bila subjek menolak, maka subjek tidak boleh dipaksa dan hak-hak subjek harus tetap dihormati.
b.      Anonimty (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan maka dalam lembar kuesioner tidak akan mencantumkan nama responden, namun pada lembar tersebut  hanya diberi nomor responden.
c.       Confendility (kerahasiaan)
Informasi yang didapat dari responden dijamin kerahasiaannya. Hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil peneltian.


4.6.      Pengumpulan Data
4.6.1.      Sumber Data
a.       Data primer
Data yang diperoleh dari pengisian kuesioner yang diberikan langsung kepada responden.
b.      Data sekunder
Data yang diperoleh dari medical record RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang.
c.       Data tersier
Data yang diperoleh dari Dinas kesehatan provinsi Sumatera Selatan.
4.6.2.      Tehnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner berupa angket yang diberikan langsung kepada ibu-ibu nifas yang dirawat di ruang kebidanan sayap C RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang.
4.6.3.      Alat/Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah  dengan membagikan kuesioner berupa angket yang telah disusun sebelumnya dan  diberikan langsung kepada responden. Cara pengisian kuesioner pada soal yaitu responden memberikan tanda silang (×) dan tanda cek (√) pada jawaban yang dianggap benar oleh responden.

4.7.   Pengolahan Data
         4.7.1.   Editing
Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan kuesioner, apakah jawaban yang ada pada kuesioner sudah:
a.       Lengkap    : semua pertanyaan sudah terisi jawaban.
b.      Jelas           : jawaban pertanyaan ditulis dengan jelas (dapat dibaca).
c.       Relevan     : jawaban yang ditulis relevan dengan pertanyaan.
d.      Konsisten  : apakah beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan isi jawaban konsisten
         4.7.2.   Coding
Merupakan kegiatan merubah data dan berbagai huruf menjadi data berbentuk angka bilangan. Kegunaan dari coding adalah mempermudah saat analisis data dan mempercepat saat entry data.
         4.7.3.   Processing/Entry
Setelah isi kuesioner terisi penuh dan juga melewati pengkodean maka langkah selanjutnya memproses data agar dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan cara mengentri data dari kuesioner ke paket program komputer.



         4.7.4.   Cleaning
Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang telah dientri apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut kemungkinan terjadi pada saat klien mengentri ke komputer.

4.7.      Analisa Data
4.7.1.      Analisa Univariat
Analisa univariat ini digunakan dengan melihat distribusi frekuensi dari masing-masing variabel dependen (perawatan tali pusat) dan variabel independen (pendidikan, pengetahuan, dan sikap).
4.7.2.   Analisa Bivariat           
            Analisa bivariat digunakan untuk membuktikan ada tidaknya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Jika nilai p<0,05 maka terdapat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

 
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

5.1.Gambaran Umum RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang
5.2.Analisis Hasil Penelitian
5.2.1.   Analisis Univariat  
a.      Variable Pendidikan
Hasil penelitian menunjukkan distribusi frekuensi responden menurut pendidikan setelah dikategorikan terlihat dalam  table berikut:
Table 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan mengenai  Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Nifas Terhadap Perawatan Tali Pusat pada Bayi Baru Lahir Diruang Kebidanan Sayap C RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang
Tahun 2011

No
Pendidikan
N
%
1.
Rendah
17
56,7
2.
Tinggi
13
43,3
Jumlah
30
100

Berdasarkan hasil tabel 5.3 diatas dapat diketahui sebagian besar ibu berpendidikan rendah  yaitu sebanyak 17 responden (56,7 %) dari total 30 responden.

b.      Variabel Pengetahuan
Hasil penelitian menunjukkan distribusi frekuensi responden menurut pengetahuan setelah dikategorikan terlihat dalam tabel berikut ini:


Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan mengenai Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Nifas Terhadap Perawatan Tali Pusat pada Bayi Baru Lahir Diruang Kebidanan Sayap C
RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang
Tahun 2011

No
Pengetahuan
N
%
1.
Kurang baik
19
63,3
2.
Baik
11
36,7
Jumlah
30
100

Berdasarkan  hasil tabel 5.4 diatas dapat diketahui sebagian besar responden berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 19 responden (63,3 %) dari total 30 responden.

c.       Variabel Sikap
Hasil penelitian menunjukkan distribusi frekuensi responden menurut sikap setelah dikategorikan dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel  5.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap mengenai Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Nifas Terhadap Perawatan Tali Pusat pada Bayi Baru Lahir Diruang Kebidanan Sayap C
RSUP Dr. Moh. HoesinPalembang
Tahun 2011

No
Sikap
N
%
1.
Mendukung
15
50
2.
Tidak Mendukung
15
50
Jumlah
30
100
          
Berdasarkan hasil  tabel 5.5 diatas dapat diketahui  responden yang bersikap   negatif sebanyak  15 responden (50 % ), dari 30 total responden.
5.2.2.      Analisis Bivariat
Analisa Bivariat dilakukan dengan tabulasi silang (crosstab) dan uji chi-square untuk menemukan bentuk hubungan statistik antara variabel independen (Pengetahuan dan Sikap).
Hasil analisa bivariat ini menentukan hubungan masing-masing variabel independen dan variabel dependen.Kemudian data diuji dengan uji statistik chi square dengan kemaknaan α =0,05,nilai p value < 0,05 ada hubungan signifikan
1.      Hubungan Pengetahuan  Ibu Nifas Dengan Perawatan Tali Pusat Pada Bayi Baru Lahir Di Ruang Kebidanan Sayap C RSMH Palembang Tahun 2011

Tabel berikut ini menjelaskan hasil analisa hubungan antara pengetahuan  ibu nifas dalam  perawatan tali pusat pada bayi baru lahir di ruang kebidanan sayap C RSMH Palembang Tahun 2011 :
Tabel 5.6
Hubungan Pengetahuan  Ibu Nifas Dengan Perawatan Tali Pusat Pada Bayi Baru Lahir Diruang Kebidanan Sayap C
RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang
Tahun 2011

No
Pengetahuan
Perawatan Tali Pusat

Total

P value
Kurang
baik
n
%
N
%
N
%
1
Kurang
15
78,9
4
21,1
19
100

0,002
2
Baik
2
18,2
9
81,8
11
100
Total
13
56,7
17
43,3
30
100

Pada tabel 5.6 didapat hasil bahwa ibu yang berprilaku kurang dengan pengetahuan  yang kurang sebanyak 15 responden (78,92%). Hasil uji statistik chi square didapatkan p value < 0,02 yang jika dibandingkan dengan nilai  α = 0,05 , sehingga hipotesis nol (Ho) ditolak, Hipotesis Alternatif (Ha) diterima. Ini berarti ada hubungan antara pengetahuan ibu nifas yang kurang dengan perawatan tali pusat pada bayi baru lahir di ruang kebidanan sayap C RSUP Dr. MOh. Hoesin Palembang Tahun 2011.

2.      Hubungan Sikap Ibu Nifas Dengan Perawatan Tali Pusat Pada Bayi Baru Lahir di Ruang Kebidanan Sayap C RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang Tahun 2011

Tabel berikut ini menjelaskan hasil analisa hubungan antara sikap ibu nifas dalam perawatan tali pusat pada bayi baru lahir di ruang kebidanan sayap C RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang Tahun 2011.
Tabel 5.7
Hubungan Sikap Ibu Nifas Dengan Perawatan Tali Pusat Pada Bayi Baru Lahir Di Ruang Kebidanan Sayap C RSUP
 Dr. Moh. Hoesin Palembang
Tahun 2011

No
Sikap
Perawatan Tali Pusat

Total

P value
Kurang
Baik
N
%
N
%
n
%
1.
Negatif
13
86,7
2
13,3
15
100

0,003
2.
Positif
4
26,7
11
73,3
15
100
Total
17
56,7
13
43,3
30
100

Pada tabel 5.7 didapatkan hasil bahwa ibu yang berprilaku kurang dalam perawatan tali pusat yang memiliki sikap negatif sebanyak 13 orang (86,7%). Hasil uji statistik chi square didapatkan p value = 0,003 yang  jika dibandingkan nilai  α = 0,05 maka p value < 0,05 sehingga hipotesis nol (Ho), Hipotesis Alternatif (Ha) diterima. Ini berarti ada hubungan antara sikap ibu nifas yang negatif dengan perawatan tali pusat pada bayi baru lahir di ruang kebidanan sayap C RSUP Dr. Moh. Hesin Palembang Tahun 2011.

BAB VI
PEMBAHASAN

6.1.   Pembahasan Hasil Penelitian
6.1.1.      Keterbatasan Yang Ada Pada Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Analitik dengan menggunakan data primer dan data sekunder, yang bertujuan untuk mengetahui besarnya hubungan pengetahuan dan sikap ibu nifas terhadap perawatan tali pusat pada  bayi baru lahir di ruang kebidanan sayap C RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang tahun 2011.
Keterbatasan yang ada pada penelitian : 
1.      Keterbatasan jumlah sampel yang akan diambil sebagai responden penelitian mengenai hubungan pengetahuan dan sikap ibu nifas terhadap perawatan tali pusat pada bayi baruu lahir yang dirawat diruang kebidanan sayap C RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang  pada saat penelitian dilakukan.
2.      Waktu pengambilan sampel yang kurang sehingga menyulitkan bagi peneliti untuk melakukan penelitian.
3.     

53
 
Kepustakaan yang digunakan sebagai literatur pada penelitian ini sangat terbatas.
4.      Dalam pengembangan, penelitian hanya menganalisis 2 variabel independen yang ada dalam kerangka konsep yaitu variabel pengetahuan dan sikap.

6.1.2.      Analisa Bivariat
a.      Hubungan Pengetahuan Ibu Nifas Terhadap Perawatan Tali Pusat Pada Bayi Baru Lahir
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 19 responden (63,3 %) dari total 30 responden.
Dalam hubungan pengetahuan ibu nifas terhadap perawatan tali pusat pada bayi baru lahir dapat diketahui  bahwa ibu yang berprilaku kurang dengan pengetahuan  yang kurang sebanyak 15 responden (78,92%). Hasil uji statistik chi square didapatkan p value < 0,02 yang jika dibandingkan dengan nilai  α = 0,05 , sehingga hipotesis nol (Ho) ditolak, Hipotesis Alternatif (Ha) diterima. Ini berarti ada hubungan antara pengetahuan ibu nifas yang kurang dengan perawatan tali pusat pada bayi baru lahir diruang kebidanan sayap C RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang Tahun 2011.
Menurut penelitian Linda Arifatul Izzah mengenai  hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap ibu paska melahirkan dalam perawatan tali pusat bayi di wilayah kerja puskesmas kupang kabupaten mojokerto tahun 2006, didapatkan bahwa hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan dari 32 sampel adalah 90.6% mempunyai tingkat pengetahuan tinggi
Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan seorang ibu dapat menentukan baik tidaknya perilaku yang ditunjukkan dalam melakukan perawatan tali pusat.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Notoadmojo (2005) bahwa pengetahuan itu adalah segala sesuatu yang telah diketahui oleh seseorang dalam berbagai tingkatan perubahan mengenai objek mulai dari umum  sampai kekhusus yang diproses dari pengindraan pengetahuan ini merupakan alat yang dipakai untuk memecahkan persoalan yang ada.

b.      Hubungan Sikap Ibu Nifas Dalam Melakukan Perawatan Tali Pusat Pada Bayi Baru Lahir
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa  responden yang bersikap   negatif sebanyak  15 responden (50 % ), dari 30 total responden.
Dalam hubungan antara sikap ibu nifas terhadap perawatan tali pusat pada bayi baru lahir, diketahui hasil analisa ibu yang berprilaku kurang dalam perawatan tali pusat yang memiliki sikap negatif sebanyak 13 orang (86,7%). Hasil uji statistik chi square didapatkan p value = 0,003 yang  jika dibandingkan nilai  α = 0,05 maka p value < 0,05 sehingga hipotesis nol (Ho), Hipotesis Alternatif (Ha) diterima. Ini berarti ada hubungan antara sikap ibu nifas yang negatif dengan perawatan tali pusat pada bayi baru lahir di ruang kebidanan sayap C RSUP Dr. Moh. Hesin Palembang Tahun 2011.
Menurut penelitian Linda Arifatul Izzah mengenai  hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap ibu paska melahirkan dalam perawatan tali pusat bayi di wilayah kerja puskesmas kupang kabupaten mojokerto tahun 2006, Hasil penelitian tentang sikap menunjukkan bahwa dari 32 sampel yang mempunyai sikap positif yakni sebanyak 93.75%.
Hal ini menunjukkan bahwa baik buruknya tindakan seorang ibu dalam melakukan perawatan tali pusat tergantung dari pada reaksi atau respon dari ibu itu sendiri. Jika sikap seorang ibu bersikap baik maka tindakan perawatan tali pusat akan baik pula.
Apabila individu memiliki sikap yang mendukung terhadap suatu stimulus atau objek kesehatan maka ia akan mempunyai sikap yang menerima, merespon, menghargai, bertanggung jawab. Sebaliknya, bila ia memiliki sikap tidak mendukung terhadap suatu objak maka ia akan memiliki sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakkan atau tidak setuju ( Notoatmodjo, 2007).
Hasil penelitian ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2007) bahwa sikap itu merupakan reaksi atau respon seseorang yang baik atau buruk terhadap suatu atau stimulus atau objek, jadi dengan adanya sikap yang baik maka akan ada reaksi baik pula terhadap suatu objek.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar